Dewan Minta Program Badan POM Diprioritaskan Hadapi MEA
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diharapkan memprioritaskan program-program yang akan dilakukan di tahun 2015, agar produk-produk BPOM tidak kalah saing dengan produk negara lain.
“Saya berharap, produk yang sudah ada itu diperkaya, jadi tidak sekadar bisnis saja tapi ada teroposan-terobosan baru dalam rangka MEA ini supaya kita tidak kalah bersaing”, ujar Anggota komisi IX DPR, Okky Asokawati saat Rapat Dengar Pendapat Komisi IX dengan Kepala BPOM yang diwakili Deputi Obat Tradisional, T. Bahdar J.Hamid membahas Laporan Keuangan Tahun 2013 dan Rencana Kerja Tahun 2015 BPOM di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (25/8).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi IX, Supriyatno tersebut, Okky juga memberikan apresiasi terhadap prestasi yang dicapai BPOM sepanjang 2013. Antara lain BPOM menjadi Instansi Pusat dengan indeks integritas tertinggi dari 85 instansi pemerintah yang di survey KPK dan BPOM meraih e-Transparancy Award 2013 sebagai peringkat ke-6 dari 47 situs K/L yang ada di Indonesia.
Dalam kesempatan yang sama selain memberikan apresiasi, Okky juga mempertanyakan Laporan Keuangan 2013 BPOM.
“Pada laporan keuangan 2013, terdapat sisa belanja tahun 2013 yang terlambat di setor ke Kas Negara senilai Rp 194.908.580,- itu sekarang dimana posisinya. Kemudian mengenai aset tetap pengadaan tahun 2013 yang belum dimanfaatkan, aset apa saja dan apakah bisa dimanfaatkan untuk selanjutnya ini”, tanya politisi Fraksi PPP ini.
“Dalam hal, temuan dalam kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, Badan POM akan menindaklanjuti yaitu berkoordinasi dengan KPKNL setempat untuk proses administrasi penghapusan bangunan Gedung Pertemuan Permanen dari daftar Pengguna/Kuasa Pengguna, bagaimana eksekusi dari penghapusan bangunan gedung tersebut dan untuk apa,” lanjut Okky.
Okky juga mempertanyakan mengenai kepercayaan yang diberikan dari negara-negara ASEAN kepada Badan POM. Dimana BPOM ditunjuk menjadi laboratorium rujukan ASEAN untuk bahan tambahan pangan, namun Badan POM perlu didukung dengan pembiayaan yang memadai yaitu sebesar Rp 5 Milyar.
“Apa yang akan dilakukan dengan uang sejumlah tersebut dan apakah untuk rujukan laboratorium itu akan diadakan di Jakarta saja atau di daerah-daerah juga akan diadakan terkait dengan rujukan. Ini menarik, saya ingin tahu juga bagaimana sampai Badan POM sampai mendapatkan penunjukkan tersebut,” paparnya. (sc)/foto:andri/parle/iw.